Tuesday, November 26, 2019

Manajemen investasi pada sukuk atau obligasi syariah

MANAJEMEN INVESTASI PADA SUKUK/OBLIGASI SYARIAH
Dosen pengampuh :Rani Afriliasari.S.EI,M.E

indrayani





KELOMPOK 8 :
Annisa (17.2800.027)
Faridah Astuti (17.2800.035)
Gusti Maharani Putri (17.2800.036)


PROGRAM STUDI AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
 PAREPARE
2019
ABSTRAK
Obligasi syariah (sukuk) merupakan sarana investasi berbentuk syariah bagi investor dalam bidang Pasar modal. Pada perkembangannya permintaan investor untuk berinvestasi terus mengalami  peningkatan.  Hal  ini  harus  seimbang  dengan  pengawasan  yang  dilakukan  oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bertindak sebagai pengawas pasar modal. Obligasi syariah (sukuk) memiliki manfaat bagi emiten sebagai sumber pendanaan untuk perusahaan. Obligasi syariah (sukuk) dilakukan pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar sesuai dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ajaran islam.
Dalam obligasi syariah (sukuk) yang diterbitkan oleh emiten dimungkinkan emiten mengalami gagal bayar, gagal bayar dapat timbul akibat dari wanprestasi atau Perbuatan Melanggar Hukum (PMH). Selain itu apabila dalam Islam akad atau perjanjian yang dibuat dengan prinsip syariah apabila diselesaikan menggunakan penyelesaian sengketa secara syariah yaitu musyawarah, mediasi perbankan, melalui badan arbitrase syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain, melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan agama.


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan investasi bergeser dari yang hanya mementingkan unsur keuntungan dan kepuasan financial menjadi investasi yang juga mementingkan aspek spiritual. Investasi konvensional dianggap banyak membawa dampak negative dibandingkan dengan dampak positive, selain itu investasi konvensional banyak memberikan kontribusi kerugian sosial dengan unsure spekulasi yang tinggi. Unsure spekulasi dalam investasi konvensional diyakini memberikan andil dalam resesi keuangan dunia yang menyebabkan perekonomian dunia berguncang.
Obligasi syariah atau sukuk semakin disukai karena ada upaya investor terutama Timur Tengah untuk menarik modal yang terkumpul di lembaga perbankan barat kembali ke lembaga kuangan islam. Dukungan solidaritas untuk aktivitas pasar modal syariah ini berdasarkan kesamaan ideology-spirit dari Negara-negara yang tergabung dalam OKI. Pasar modal syariah pun mulai diterima secara umum dengan masuknya investor nonn muslim di pasar sukuk. Sukuk dipandang sebagai sasaran baru yang lebih menguntungkan. Kepopuleran dari sukuk ini juga tidak terlepas dari akses modal secara global sudah terbuka, sehingga terjadilah manajemen likuiditas lintas batas.
Indonesia sebagai salah satu Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potendi yang sangat besar bagi masuknya dana dari Timur Tengah yang memiliki likuiditas keuangan yang tinggi. Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang dan proyek investasi jangka panjang, Indonesia merupakan Negara yang memiliki potensi bagi berkembangnya ekonomi islam secara dinamis. Melihat potensi yang begitu besar, Malaysia berharap dapat menjadi pintu gerbang bagi aliran dana dari Timur Tengah yang menuju Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari masuknya investor Malaysia ke dunia perbankan Indonesia.
Penerbitan sukuk di Indonesia saat ini lebih didsarai pada perkembangann institusi syariah seperti perbankan syariah, asuransi syariah, dan reksadana syariah yang membutuhkan alternative investasi obligasi syariah. Sukuk pemerintah diperkirakan akan berkembang dengan mulai berlakunya UU no 19 tahun 2008 tentang surat berharga syariah Negara.

Rumusan Masalah
Apa pengertian obligasi syariah (Sukuk)?
Bagaimanakah fatwa DSN tentang Sukuk ?
Bagaimana perbedaan antara Sukuk dan obligasi konvensional ?
Apa saja jenis Sukuk menurut AAOFI ?
Bagaimana mekanisme penerbitan dan perdagangan obligasi ?
Bagaimana perdagangan obligasi dalam perspektif Islam ?



PEMBAHASAN
Pengertian Obligasi Syariah (Sukuk)
Sukuk berasal dari kata “صكوك” bentuk jamak dari kata “صك”dalam bahasa Arab yang berarti cek atau sertifikat, atau alat tukar yang sah selain uang. Kata “sukuk” pertama kali diperkenalkan kembali dan diajukan sebagai salah satu alat keuangan Islam pada rapat ulama fikih sedunia yang diselenggarakan oleh Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 2002.
Obligasi syariah (Sukuk) menurut fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sedangkan menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) berpendapat lain mengenai arti sukuk. Menurut organisasi tersebut, sukuk adalah sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu asset, hak manfaat, dan jasa – jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.

Fatwa DSN Tentang Sukuk
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah menimbang, mengingat dan memperhatikan. Menetapkan Fatwa tentang Obligasi syariah (Sukuk) Nomor 32/DSN-MUI/IX/2012 sebagai berikut :
Ketentuan Umum
Obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga;
Obligasi yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah;
Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Ketentuan Khusus
Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain:
Mudharabah (Muqaradhah)/ Qiradh
Musyarakah
Murabahah
Salam
Istishna
Ijarah
Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan dengan syariah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah;
Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib) kepada pemegang Obligasi Syariah Mudharabah (Shahibul Mal) harus bersih dari unsur non halal;
Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang Obligasi Syariah sesuai akad yang digunakan;
Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.
Penyelesaian Perselisihan
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Perbedaan antara Sukuk dengan Obligasi Konvensional
Adapun perbedaan Obligasi syariah (Sukuk) dengan obligasi konvensional adalah sebagai berikut:
Deskripsi
Sukuk
Obligasi

Penerbit
Pemerintah, korporasi
Pemerintah, korporasi

Sifat instrument
Sertifikat kepemilikan/penyertaan
Instumen pengakuan utang

Penghasilan
Imbalan, bagi hasil, margin,fee
Bunga/kupon, capital gain

waktu  
Jangka Pendek – Menengah
Menengah – Panjang

Underlying asset
Perlu
Tidak perlu

Pihak yang terkait    
Obligor, SPV, investor, Trustee
Obligor/issuer, investor

Price
Market price  
Market price

Investor
Islam, konvensional
Konvensional

Pembayaran pokok    
Bullet atau amortisasi
Bullet atau amortisasi

Penggunaan
Harus sesuai syariah
Bebas


Obligasi merupakan surat berharga yang berupa pernyataan utang dari penerbit kepada investor. Sedangkan sukuk merupakan surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah yang merepresentasikan kepemilikan investor atas asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk (underlying asset).
Penerbitan obligasi tidak memerlukan adanya underlying asset. Sedangkan penerbitan sukuk memerlukan keberadaan underlying asset sebagai dasar penerbitan dan sumber pembayaran imbalan yang distruktur melalui suatu skema transaksi dengan menggunakan akad syariah.
Penerbitan obligasi tidak memerlukan landasan syariah. Sedangkan penerbitan sukuk memerlukan landasan syariah, baik berupa fatwa atau pernyataan kesesuaian sukuk terhadap prinsip-prinsip syariah.
Tidak ada pembatasan secara syariah terkait penggunaan dana hasil penerbitan obligasi. Sedangkan penggunaan dana hasil penerbitan sukuk hanya boleh digunakan untuk hal-hal yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah (halal).
Return atau imbalan bagi pemegang obligasi adalah berupa bunga (interest) yang tidak terkait secara langsung dengan tujuan pendanaannya. Sedangkan dalam sukuk, return yang diberikan terkait dengan asset, akad dan tujuan pendanaannya. Return tersebut dapat berupa imbalan yang berasal dari uang sewa (ujrah), fee margin, bagi hasil atau sumber lainnya sesuai dengan akad/kontrak yang digunakan untuk transaksi underlying.
Perdagangan obligasi di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas surat utang. Sedangkan penjualan sukuk di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas kepemilikan aset yang menjadi dasar penerbitan.
Sebagai instrumen syariah, sukuk memiliki basis investor yang lebih luas, mencakup investor konvensional dan investor syariah. Sedangkan obligasi hanya bisa meraih investor konvensional, dan tidak dapat dipilih sebagai instrument investasi bagi para investor syariah.
Jenis Sukuk Menurut AAOIFI
Berdasarkan Standar Syariah The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutons (AAOIFI), sukuk dibagi menjadi sembilan jenis, yaitu:
Sukuk Ijarah : Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah, dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti perpindahan kepemilikan aset itu sendiri.
Sukuk Mudharabah: Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudharabah, dimana satu pihak menyediakan modal (rab-al-maal/shahibul maal) dan pihak lain menydiakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan proporsi perbandingan (nisbah) yang disepakati sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, sepanjang kerugian tersebut tidak ada unsur moral hazard (niat tidak baik dari mudharib).
Sukuk Musyarakah : Sukuk yang diterbitkan berdasarka perjanjian atau akad musyarakah, dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang sudah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
Sukuk Istishna : Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna, dimana para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek atau barang. Adapun harga, waktu penyerahan dan spesifikasi proyek/barang ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
Sukuk Salam. Sukuk salam adalah sukuk yang diterbitkan dengan tujuan untuk mendapatkan dana untuk modal dalam akad salam, sehingga barang yang akan disediakan melalui akad salam menjadi milik pemegang sukuk.
Sukuk Murabaha. Sukuk murabaha adalah sukuk yang diterbitkan berdasarkan prinsip jual beli, penerbit sertifikat sukuk adalah penjual komodit, sedangkan investornya adalah pembeli komodit tersebut.
Sukuk Wakalah. Sukuk wakalah adalah sukuk yang merepresentasikan suatu proyek atau kegiatan usaha yang dikelola berdasarkan akad wakalah, dengan menujuk agen (wakil) tertentu untuk mengelola usaha atas nama pemegang sukuk.
Sukuk Muzara’ah. Sukuk muzara’ah adalah sukuk yang diterbitkan dengan tujuan mendapatkan dana untuk membiayai kegiatan pertanian berdasarkan akad muzara’ah, sehingga pemegang sukuk berhak atas bagian dari hasil panen sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian.
Sukuk Muzaqah. Sukuk musaqah adalah sukuk yang diterbitkan dengan tujuan menggunakan dana bagi hasil penerbitan sukuk untuk melakukan kegiatan irigasi atas tanaman berbuah, membayar biaya operasional dan perawatan tanaman tersebut berdasarkan akad musaqah, dengan demikian pemegang sukuk berhak atas bagian dari hasil panen sesuai kesepakatan.

Mekanisme Penerbitan Dan Perdagangan Obligasi
Untuk menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Jenis usaha yang dilakukan oleh emiten tidak bertentangan dengan syariah, sesuai dengan fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001, tentang jenis usaha sesuai syariah.
Memiliki fundamental dan citra yang baik.
Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Index (JII).
Dalam penerbitan obligasi syariah, sebelum ditawarkan kepada investor harus melalui tahap-tahap sebagai berikut:
Emiten melalui Underwriter menyerahkan proposal penerbitan obligasi syariah kepada DSN/MUI.
Pihak penerbit melakukan presentasi proposal di Badan pelaksana Harian DSN.
DSN mengadakan rapat dengan tim ahli DPS, dan hasil rapat menyatakan opini syarian terkait proposal yang diajukan.
Setelah disetujui oleh DSN, maka proses penawarannya dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Emiten menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk penerbitan obligasi syariah kepada underwriter (wakil dari emiten).
Underwriter melakukan penawaran kepada investor.
Bila investor tertarik, maka akan menyerahkan dananya kepada emiten melalui Underwriter.
Emiten akan membayarkan bagi hasil dan pembayaran pokok kepada investor.
Dalam hal pengawasan penerbitan obligasi syariah. Pengawasannya dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), untuk produk pasar modal syariah, terdapat satu pengawas lain yang mengawasi aspek syariahnya, yaitu DPS (DSN).
Pengawasan aspek syariah berfokus pada penggunaan dana yang didapat dari penerbitan obligasi syariah. Apakah dana tersebut benar-benar digunakan untuk usaha-usaha yang telah dijanjikan dalam perjanjian antara emiten dengan pemegang obligasi atau tidak, serta halal atau tidaknya. Jika ternyata dana hasil penerbitan obligasi tersebut digunakan untuk hal-hal di luar usaha yang telah diperjanjiakan, maka itu termasuk pengingkaran perjanjian dan menyalahi tujuan.
Di Indonesia yang digunakan dalam penerbitan obligasi syariah adalah Mudharabah (bagi  hasil  pendapatan)  baik yang   telah   diterbitkan   maupun   yang akan   diterbitkan dalam   waktu   dekat, sehingga   yang   dikenal   adalah   obligasi syariah Mudharabah. Obligasi syariah Mudharabah  memang    telah    memiliki pedoman    khusus    dengan    disahkanya Fatwa N0.33/DSN-MUI/DC/2002. Bahwa obligasi syariah mudharabah adalah  obligasi  yang  menggunakan  akad mudharabah karena   bentuk   pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah   besar   dan   jangka   yang   relatif panjang,  dapat digunakan untuk pendanaan umum(general financing), merupakan percampuran kerjasama antara modal  dan  jasa  (kegiatan  usaha) sehingga membuat stuktrunya memungkinkan untuk tidak memerlukan jaminan (collateral) atas aset yang spesifik.
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk adalah (Depkeu:2010), yaitu:
Obligor, adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk sampai dengan sukuk jatuh tempo.
Special Purpose Vehicle (SPV), adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk penerbitan sukuk dengan fungsi: a. sebagai penerbit sukuk; b. menjadi counterpart (rekan/teman imbangan) dalam transaksi pengalihan aset. bertindak sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor.
Investor, adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin, dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing.
Sedangkan mekanisme dalam melakukan investasi pada obligasi syariah (Sukuk) yaitu sebagai berikut :
Membuka rekening
Tahap awal yang harus dilakukan dalam proses transaksi obligasi adalah memilih perusahaan sekuritas yang memiliki devisi fixed income yang menangani pembelian dan penjualan obligasi. Pilih perusahaan yang pengalaman, tim yang solid ataupun riset atau fee yang kompetitif.
Memahami produk obligasi
Pada tahap ini, investor dianjurkan untuk mempelajari seluk-beluk informasi yang dibutuhkan mengenai obligasi, baik mengenai investasinya sendiri, potensi resiko yang terkandung, maupun potensi keuntungannya. Hal ini dapat diperoleh dengan mempelajarinya secara mandiri, bertanya kepada bagian riset perusahaan sekuritas, di mana investor membuka rekening atau melalui internet.
Melakukan analisis
Analisis yang dilakukan, agar keputusan yang diambil sesuai dengan apa yang diinginkan, yaiitu kestabilan pendapatan. Aspek-aspek yang dibutuhkan seperti kupon, jangka waktu, nilai penerbitan, dan peringkat. Latar belakang serta profil penerbit juga menjadi pertimbangan sndiri. Dengan informasi yang lengkap, diharapkan keputusan yang diambil tidak menimbulkan kerugian yang cukup besar. Dianjurkan untuk membandingkan antara obligasi sejenis.
Memberikan amanat beli
Setelah melalui analisis, investor memperoleh jenis oligasi yang ingin dibeli. Tahap selanjutnya yaitu memberikan amanat pembelian kepada trender atau broker obligasi yang telahkita pilih. Pihak trender akan melakukan pembelian obligasi sesuai dengan jenis serta harga yang diinginkan.
Menyiapkan dana
Membeli obligasi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Satuan pembelian obligasi biasanya bernilai Rp 1 miliar, sehingga sulit bagi investor individu untuk dapat ikut berinvestasi dalam obligasi.
Menyelesaikan pembayaran obligasi
Pembayaran dana membelian obligasi dilakukan melalui transver ke rekening perusahaan sekuritas tersebut. Setelah pembayaran selesai, maka investor sebagai pembeli tinggal menunggu proses settlement atau transaksi tersebut. Obligasi yang telah dibeli akan tercantum didalam rekening perusahaan sekuritas yang tercatat di KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia).
Pemindatanganan hak atas obligasi akan sangat mudah dilakukan secara elektronik, karena saat ini fiik obligasi tidak lagi brupa sertifikat, namun sudah scriptless (tahap warkat). Administrasi pembukuan akan dilakukan oleh bank custodian perusahaan sekuritas. Untuk hal ini, temtunya bank bersangkutan akan memungut biaya tertentu.

Perdagangan Obligasi Dalam Perspektif Islam
Hutang atau dalam istilah bahasa arab lebih dikenal dengan al-dayn merupakan aktivitas muamalah yang dilakukan secara tidak tunai atau dalam sistem keuangans yariah dikenal dengan mudayanah atau tadayun. Istilah kata al-dayn dapat dilihat dalam Surat Al Baqarah (2) ayat 282 dan 283 yang terkait erat dengan pembiayaan utang. Surat Al Baqarah (2) ayat 282 menganjurkan agar kedua belah pihak yang melakukan transaksi dengan cara berhutang yakni dengan cara menunjuk pihak ketiga untuk menjadi saksi penulisan yang dimana menjadi syarat yang telah disetujui, antara lain terhadap ketentuan barang yang dipinjam dan masa pembayaran yang ditetapkan pada saat akad berlangsung. Sedangkan Surat Al Baqarah (2) ayat 283 menegaskan bahwa orang yang diberi kepercayaan hendaklah menunaikan amanah yang diberikan dengan sikap jujur dan memenuhi persyaratan yang disetujui.
Dasar persyaratan al-dayn berdasarkan Surat Al Baqarah (2) ayat 282 dan 283 meliputi 3 bentuk mudayanah  yang diperbolehkan, yaitu : mudayanah dengan menggunakan bukti-bukti tertulis dan saksi, mudayanah dengan barang jaminan dan mudayanah dengan dasar amanah.
Dalam penawaran dan perdagangan suatu obligasi harus didahului dengan melihat bagaimana prospek perusahaan penerbit yang mensyaratkan prisip keterbukaan, kejujuran dan tranparansi. Setiap akad perdagangan terdapat celah yang membawa pada suatu pertentangan. Apabila barang yang dijual tidak diketahui (ada unsur penipuan) dapat menimbulkan permusuhan antara penjual dan pembeli. Oleh sebab itu cara seperti ini dilarang sebagai upaya untuk menutup pintu maksiat.
Melihat konteks pengalihan kepemilikian obligasi, pengalihannya dilakukan dengan cara obligasi atas nama (registered bonds) dan obligasi pembawa (bearer bonds) yaitu tidak dituliskan nama pemiliknya.
Obligasi atas nama (registered bond)
Pokok pinjaman, nama pemilik tercantum dari sertifikat dna kupon bunga dilekatkan padanya, sedangkan untuk bunga dan nama pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi. Nama dan alamat pemilik dicatat di perusahaan emiten untuk memudahkan pengiriman bunga dna pelunasan pokok obligasi. Cara menjual atau mengalihkan kepada pihak lain dilakukan melalui cessie, akan tetapi dalam praktek dialihkan melalui endosemen yang ditulis atau distempel di belakang sertifikat obligasi. Pemilik yang tercantum dalam endosemen terakhirlah yang berhak meminta pelunasan obligasi tersebut.
Obligasi pembawa atau atas unjuk (bearer bonds)
Obligasi pembawa atau atas unjuk (bearer bonds) ini memiliki beberapa karakteristik yaitu :
Nama pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi
Setiap sertifikat obligasi disertai dengan kupon bunga yang dilepaskan setiap waktu apabila bunga dibayarkan.
Sangat mudah untuk diperalihkan
Bunga dan pokok obligasi dibayarkan hanya kepada orang yang dapat menunjukkan kupon bunga dan sertifikat obligasi
Kupon bunga dan sertifikat obligasi yang rusak dapat dimintakan penggantinya.
Kupon bunga dna sertifikat obligasi yang hilang tidak dapat dimintakan penggantinya.
Apabila pemegang obligasi akan menjual atau mengalihkan kepemilikan obligasi atas unjuk cukup dialihkan melalui penyerahan nyata atau peralihan dari tangan ke tangan.
Dalam pengembangannya, obligasi syariah tidak terlepas dari berbagai macam kendala atau hambatan yang ada, diantaranya adalah :
Belum banyak masyarakat yang paham tentang keberadaan obligasi syariah, apalagi sistem yang digunakan;
Masyarakat cenderung berfikir pragmatis dalam menyimpan dananya sehingga investor lebih memilih untuk menggunakan obligasi konvensional dibandingkan menggunakan obligasi syariah;
Keberadaan obligasi syariah masih tergolong baru sehingga masih membutuhkan waktu untuk dapat dikenal dan diterima oleh masyarakat.
Obligasi yang terdapat di pasar modal Indonesia mengandung unsur bunga yang diberikan sebagai imbalan atas pinjaman bagi perusahaan. Sistem Islam dinyatakan tidak kondusif bagi transaksi perdagangan spekulatif atau pinjaman yang tidak berkaitan dengan proyek atau pembelian barang seperti yang terdapat dalam apsar modal konvensional. Perubahan pasar modal slam khususnya pada instrumen obligasi Islam, tidak hanya terdapat pada perubahan mekanisme atau produk yang digunakan dalam perantara keuangan saja tetapi juga terletak pada realisasi tujuan-tujuan dari sistem yang ada. Permasalahan yang membuat sistem keuangan Islam dipinggirkan (dimarginalkan) bukanlah terletak pada kekurangan produk, tetapi karena ketidakmampuan merefleksikan secara mendasar dan sehat, implementasi rasional dibalik itu dan menjadi benar-benar sehar secara persaingan, menguntungkan dan berkembang dengan baik.
Begitu besarnya keinginan para ekonom muslim untuk dapat mengadakan produk terutama obligasi yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam. Akan tetapi yang terjadi setelah obligasi menggunakan bentuk pembiayaan syariah, pelaksanaan dan peraturannya belumlah mengikuti prinsip-prinsip syariah Islam. Dalam hal ini obligasi dimunculkan hanya sekedar menggunakan pembiayaan syariah, belum 100 % diarahkan pada prinsip-prinsip syariah Islam secara keseluruhan. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu solusi yang dapat diterima, diakui dan diterapkan berdasarkan prinsip syariah Islam agar kegiatan pasar modal syariah di Indonesia benar-benar dijalankan berdasarkan prinsip syariah Islam.


PENUTUP
Kesimpulan
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip-prinsip yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah meliputi mudharabah, musyarakah, salam, istisna, dan ijarah. Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai akad yang digunakan. Pemindahan kepemilikan obligasi syariah juga mengikti akad-akad yang digunakan.
Obligasi syariah (Sukuk) berlandaskan Al-Qur’an, Hadits, kaidah fiqih dan Majma’ Fiqih.
Prosedur melakukan investasi obligasi meliputi Membuka rekening, memahami produk obligasi, melakukan analisis, memberikan amanat beli, menyiapkan dana dan menyelesaikan pembayaran obligasi.
Pihak yang terlibat dalam sukuk adalah obligor, SPV (Special Purpose Vehisle), dan Investor. Perbrdaan Obligasi syariah (Sukuk) dan obligasi konvensional adalah penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga.
Saran
Segala saran dan kritik kami harapkan dari semua pihak karena kami menyadari bahwa  makalah kami jauh dari kata sempurna. Saran dan kritik tersebut semoga saja dapat menjadi pelajaran bagi kami semua untuk dapat menjadi pelajaran bagi kami semua untuk dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya,serta makalah ini agar dapat menjadi bermanfaat bagi kita semua, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.


Monday, November 25, 2019

Manajemen asuransi syariah

MANAJEMEN INVESTASI PADA SUKUK/OBLIGASI SYARIAH
Dosen pengampuh :Rani Afriliasari.S.EI,M.E

indrayani





KELOMPOK 8 :
Annisa (17.2800.027)
Faridah Astuti (17.2800.035)
Gusti Maharani Putri (17.2800.036)


PROGRAM STUDI AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
 PAREPARE
2019

ABSTRAK
Obligasi syariah (sukuk) merupakan sarana investasi berbentuk syariah bagi investor dalam bidang Pasar modal. Pada perkembangannya permintaan investor untuk berinvestasi terus mengalami  peningkatan.  Hal  ini  harus  seimbang  dengan  pengawasan  yang  dilakukan  oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bertindak sebagai pengawas pasar modal. Obligasi syariah (sukuk) memiliki manfaat bagi emiten sebagai sumber pendanaan untuk perusahaan. Obligasi syariah (sukuk) dilakukan pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar sesuai dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ajaran islam.
Dalam obligasi syariah (sukuk) yang diterbitkan oleh emiten dimungkinkan emiten mengalami gagal bayar, gagal bayar dapat timbul akibat dari wanprestasi atau Perbuatan Melanggar Hukum (PMH). Selain itu apabila dalam Islam akad atau perjanjian yang dibuat dengan prinsip syariah apabila diselesaikan menggunakan penyelesaian sengketa secara syariah yaitu musyawarah, mediasi perbankan, melalui badan arbitrase syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain, melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan agama.


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan investasi bergeser dari yang hanya mementingkan unsur keuntungan dan kepuasan financial menjadi investasi yang juga mementingkan aspek spiritual. Investasi konvensional dianggap banyak membawa dampak negative dibandingkan dengan dampak positive, selain itu investasi konvensional banyak memberikan kontribusi kerugian sosial dengan unsure spekulasi yang tinggi. Unsure spekulasi dalam investasi konvensional diyakini memberikan andil dalam resesi keuangan dunia yang menyebabkan perekonomian dunia berguncang.
Obligasi syariah atau sukuk semakin disukai karena ada upaya investor terutama Timur Tengah untuk menarik modal yang terkumpul di lembaga perbankan barat kembali ke lembaga kuangan islam. Dukungan solidaritas untuk aktivitas pasar modal syariah ini berdasarkan kesamaan ideology-spirit dari Negara-negara yang tergabung dalam OKI. Pasar modal syariah pun mulai diterima secara umum dengan masuknya investor nonn muslim di pasar sukuk. Sukuk dipandang sebagai sasaran baru yang lebih menguntungkan. Kepopuleran dari sukuk ini juga tidak terlepas dari akses modal secara global sudah terbuka, sehingga terjadilah manajemen likuiditas lintas batas.
Indonesia sebagai salah satu Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potendi yang sangat besar bagi masuknya dana dari Timur Tengah yang memiliki likuiditas keuangan yang tinggi. Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang dan proyek investasi jangka panjang, Indonesia merupakan Negara yang memiliki potensi bagi berkembangnya ekonomi islam secara dinamis. Melihat potensi yang begitu besar, Malaysia berharap dapat menjadi pintu gerbang bagi aliran dana dari Timur Tengah yang menuju Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari masuknya investor Malaysia ke dunia perbankan Indonesia.
Penerbitan sukuk di Indonesia saat ini lebih didsarai pada perkembangann institusi syariah seperti perbankan syariah, asuransi syariah, dan reksadana syariah yang membutuhkan alternative investasi obligasi syariah. Sukuk pemerintah diperkirakan akan berkembang dengan mulai berlakunya UU no 19 tahun 2008 tentang surat berharga syariah Negara.

Rumusan Masalah
Apa pengertian obligasi syariah (Sukuk)?
Bagaimanakah fatwa DSN tentang Sukuk ?
Bagaimana perbedaan antara Sukuk dan obligasi konvensional ?
Apa saja jenis Sukuk menurut AAOFI ?
Bagaimana mekanisme penerbitan dan perdagangan obligasi ?
Bagaimana perdagangan obligasi dalam perspektif Islam ?



PEMBAHASAN
Pengertian Obligasi Syariah (Sukuk)
Sukuk berasal dari kata “صكوك” bentuk jamak dari kata “صك”dalam bahasa Arab yang berarti cek atau sertifikat, atau alat tukar yang sah selain uang. Kata “sukuk” pertama kali diperkenalkan kembali dan diajukan sebagai salah satu alat keuangan Islam pada rapat ulama fikih sedunia yang diselenggarakan oleh Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 2002.
Obligasi syariah (Sukuk) menurut fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sedangkan menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) berpendapat lain mengenai arti sukuk. Menurut organisasi tersebut, sukuk adalah sebagai sertifikat bernilai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak dibagikan atas suatu asset, hak manfaat, dan jasa – jasa atau kepemilikan atas proyek atau kegiatan investasi tertentu.

Fatwa DSN Tentang Sukuk
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah menimbang, mengingat dan memperhatikan. Menetapkan Fatwa tentang Obligasi syariah (Sukuk) Nomor 32/DSN-MUI/IX/2012 sebagai berikut :
Ketentuan Umum
Obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang bersifat utang dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga;
Obligasi yang dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah;
Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Ketentuan Khusus
Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara lain:
Mudharabah (Muqaradhah)/ Qiradh
Musyarakah
Murabahah
Salam
Istishna
Ijarah
Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan dengan syariah dengan memperhatikan substansi Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah;
Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib) kepada pemegang Obligasi Syariah Mudharabah (Shahibul Mal) harus bersih dari unsur non halal;
Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang Obligasi Syariah sesuai akad yang digunakan;
Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.
Penyelesaian Perselisihan
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Perbedaan antara Sukuk dengan Obligasi Konvensional
Adapun perbedaan Obligasi syariah (Sukuk) dengan obligasi konvensional adalah sebagai berikut:
Deskripsi
Sukuk
Obligasi

Penerbit
Pemerintah, korporasi
Pemerintah, korporasi

Sifat instrument
Sertifikat kepemilikan/penyertaan
Instumen pengakuan utang

Penghasilan
Imbalan, bagi hasil, margin,fee
Bunga/kupon, capital gain

waktu  
Jangka Pendek – Menengah
Menengah – Panjang

Underlying asset
Perlu
Tidak perlu

Pihak yang terkait    
Obligor, SPV, investor, Trustee
Obligor/issuer, investor

Price
Market price  
Market price

Investor
Islam, konvensional
Konvensional

Pembayaran pokok    
Bullet atau amortisasi
Bullet atau amortisasi

Penggunaan
Harus sesuai syariah
Bebas


Obligasi merupakan surat berharga yang berupa pernyataan utang dari penerbit kepada investor. Sedangkan sukuk merupakan surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah yang merepresentasikan kepemilikan investor atas asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk (underlying asset).
Penerbitan obligasi tidak memerlukan adanya underlying asset. Sedangkan penerbitan sukuk memerlukan keberadaan underlying asset sebagai dasar penerbitan dan sumber pembayaran imbalan yang distruktur melalui suatu skema transaksi dengan menggunakan akad syariah.
Penerbitan obligasi tidak memerlukan landasan syariah. Sedangkan penerbitan sukuk memerlukan landasan syariah, baik berupa fatwa atau pernyataan kesesuaian sukuk terhadap prinsip-prinsip syariah.
Tidak ada pembatasan secara syariah terkait penggunaan dana hasil penerbitan obligasi. Sedangkan penggunaan dana hasil penerbitan sukuk hanya boleh digunakan untuk hal-hal yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah (halal).
Return atau imbalan bagi pemegang obligasi adalah berupa bunga (interest) yang tidak terkait secara langsung dengan tujuan pendanaannya. Sedangkan dalam sukuk, return yang diberikan terkait dengan asset, akad dan tujuan pendanaannya. Return tersebut dapat berupa imbalan yang berasal dari uang sewa (ujrah), fee margin, bagi hasil atau sumber lainnya sesuai dengan akad/kontrak yang digunakan untuk transaksi underlying.
Perdagangan obligasi di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas surat utang. Sedangkan penjualan sukuk di pasar sekunder mencerminkan penjualan atas kepemilikan aset yang menjadi dasar penerbitan.
Sebagai instrumen syariah, sukuk memiliki basis investor yang lebih luas, mencakup investor konvensional dan investor syariah. Sedangkan obligasi hanya bisa meraih investor konvensional, dan tidak dapat dipilih sebagai instrument investasi bagi para investor syariah.
Jenis Sukuk Menurut AAOIFI
Berdasarkan Standar Syariah The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutons (AAOIFI), sukuk dibagi menjadi sembilan jenis, yaitu:
Sukuk Ijarah : Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah, dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti perpindahan kepemilikan aset itu sendiri.
Sukuk Mudharabah: Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudharabah, dimana satu pihak menyediakan modal (rab-al-maal/shahibul maal) dan pihak lain menydiakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan proporsi perbandingan (nisbah) yang disepakati sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, sepanjang kerugian tersebut tidak ada unsur moral hazard (niat tidak baik dari mudharib).
Sukuk Musyarakah : Sukuk yang diterbitkan berdasarka perjanjian atau akad musyarakah, dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang sudah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
Sukuk Istishna : Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna, dimana para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek atau barang. Adapun harga, waktu penyerahan dan spesifikasi proyek/barang ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
Sukuk Salam. Sukuk salam adalah sukuk yang diterbitkan dengan tujuan untuk mendapatkan dana untuk modal dalam akad salam, sehingga barang yang akan disediakan melalui akad salam menjadi milik pemegang sukuk.
Sukuk Murabaha. Sukuk murabaha adalah sukuk yang diterbitkan berdasarkan prinsip jual beli, penerbit sertifikat sukuk adalah penjual komodit, sedangkan investornya adalah pembeli komodit tersebut.
Sukuk Wakalah. Sukuk wakalah adalah sukuk yang merepresentasikan suatu proyek atau kegiatan usaha yang dikelola berdasarkan akad wakalah, dengan menujuk agen (wakil) tertentu untuk mengelola usaha atas nama pemegang sukuk.
Sukuk Muzara’ah. Sukuk muzara’ah adalah sukuk yang diterbitkan dengan tujuan mendapatkan dana untuk membiayai kegiatan pertanian berdasarkan akad muzara’ah, sehingga pemegang sukuk berhak atas bagian dari hasil panen sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian.
Sukuk Muzaqah. Sukuk musaqah adalah sukuk yang diterbitkan dengan tujuan menggunakan dana bagi hasil penerbitan sukuk untuk melakukan kegiatan irigasi atas tanaman berbuah, membayar biaya operasional dan perawatan tanaman tersebut berdasarkan akad musaqah, dengan demikian pemegang sukuk berhak atas bagian dari hasil panen sesuai kesepakatan.

Mekanisme Penerbitan Dan Perdagangan Obligasi
Untuk menerbitkan obligasi syariah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Jenis usaha yang dilakukan oleh emiten tidak bertentangan dengan syariah, sesuai dengan fatwa No. 20/DSN-MUI/IV/2001, tentang jenis usaha sesuai syariah.
Memiliki fundamental dan citra yang baik.
Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen Jakarta Islamic Index (JII).
Dalam penerbitan obligasi syariah, sebelum ditawarkan kepada investor harus melalui tahap-tahap sebagai berikut:
Emiten melalui Underwriter menyerahkan proposal penerbitan obligasi syariah kepada DSN/MUI.
Pihak penerbit melakukan presentasi proposal di Badan pelaksana Harian DSN.
DSN mengadakan rapat dengan tim ahli DPS, dan hasil rapat menyatakan opini syarian terkait proposal yang diajukan.
Setelah disetujui oleh DSN, maka proses penawarannya dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Emiten menyerahkan dokumen yang diperlukan untuk penerbitan obligasi syariah kepada underwriter (wakil dari emiten).
Underwriter melakukan penawaran kepada investor.
Bila investor tertarik, maka akan menyerahkan dananya kepada emiten melalui Underwriter.
Emiten akan membayarkan bagi hasil dan pembayaran pokok kepada investor.
Dalam hal pengawasan penerbitan obligasi syariah. Pengawasannya dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), untuk produk pasar modal syariah, terdapat satu pengawas lain yang mengawasi aspek syariahnya, yaitu DPS (DSN).
Pengawasan aspek syariah berfokus pada penggunaan dana yang didapat dari penerbitan obligasi syariah. Apakah dana tersebut benar-benar digunakan untuk usaha-usaha yang telah dijanjikan dalam perjanjian antara emiten dengan pemegang obligasi atau tidak, serta halal atau tidaknya. Jika ternyata dana hasil penerbitan obligasi tersebut digunakan untuk hal-hal di luar usaha yang telah diperjanjiakan, maka itu termasuk pengingkaran perjanjian dan menyalahi tujuan.
Di Indonesia yang digunakan dalam penerbitan obligasi syariah adalah Mudharabah (bagi  hasil  pendapatan)  baik yang   telah   diterbitkan   maupun   yang akan   diterbitkan dalam   waktu   dekat, sehingga   yang   dikenal   adalah   obligasi syariah Mudharabah. Obligasi syariah Mudharabah  memang    telah    memiliki pedoman    khusus    dengan    disahkanya Fatwa N0.33/DSN-MUI/DC/2002. Bahwa obligasi syariah mudharabah adalah  obligasi  yang  menggunakan  akad mudharabah karena   bentuk   pendanaan yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah   besar   dan   jangka   yang   relatif panjang,  dapat digunakan untuk pendanaan umum(general financing), merupakan percampuran kerjasama antara modal  dan  jasa  (kegiatan  usaha) sehingga membuat stuktrunya memungkinkan untuk tidak memerlukan jaminan (collateral) atas aset yang spesifik.
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk adalah (Depkeu:2010), yaitu:
Obligor, adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk sampai dengan sukuk jatuh tempo.
Special Purpose Vehicle (SPV), adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk penerbitan sukuk dengan fungsi: a. sebagai penerbit sukuk; b. menjadi counterpart (rekan/teman imbangan) dalam transaksi pengalihan aset. bertindak sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor.
Investor, adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin, dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing.
Sedangkan mekanisme dalam melakukan investasi pada obligasi syariah (Sukuk) yaitu sebagai berikut :
Membuka rekening
Tahap awal yang harus dilakukan dalam proses transaksi obligasi adalah memilih perusahaan sekuritas yang memiliki devisi fixed income yang menangani pembelian dan penjualan obligasi. Pilih perusahaan yang pengalaman, tim yang solid ataupun riset atau fee yang kompetitif.
Memahami produk obligasi
Pada tahap ini, investor dianjurkan untuk mempelajari seluk-beluk informasi yang dibutuhkan mengenai obligasi, baik mengenai investasinya sendiri, potensi resiko yang terkandung, maupun potensi keuntungannya. Hal ini dapat diperoleh dengan mempelajarinya secara mandiri, bertanya kepada bagian riset perusahaan sekuritas, di mana investor membuka rekening atau melalui internet.
Melakukan analisis
Analisis yang dilakukan, agar keputusan yang diambil sesuai dengan apa yang diinginkan, yaiitu kestabilan pendapatan. Aspek-aspek yang dibutuhkan seperti kupon, jangka waktu, nilai penerbitan, dan peringkat. Latar belakang serta profil penerbit juga menjadi pertimbangan sndiri. Dengan informasi yang lengkap, diharapkan keputusan yang diambil tidak menimbulkan kerugian yang cukup besar. Dianjurkan untuk membandingkan antara obligasi sejenis.
Memberikan amanat beli
Setelah melalui analisis, investor memperoleh jenis oligasi yang ingin dibeli. Tahap selanjutnya yaitu memberikan amanat pembelian kepada trender atau broker obligasi yang telahkita pilih. Pihak trender akan melakukan pembelian obligasi sesuai dengan jenis serta harga yang diinginkan.
Menyiapkan dana
Membeli obligasi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Satuan pembelian obligasi biasanya bernilai Rp 1 miliar, sehingga sulit bagi investor individu untuk dapat ikut berinvestasi dalam obligasi.
Menyelesaikan pembayaran obligasi
Pembayaran dana membelian obligasi dilakukan melalui transver ke rekening perusahaan sekuritas tersebut. Setelah pembayaran selesai, maka investor sebagai pembeli tinggal menunggu proses settlement atau transaksi tersebut. Obligasi yang telah dibeli akan tercantum didalam rekening perusahaan sekuritas yang tercatat di KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia).
Pemindatanganan hak atas obligasi akan sangat mudah dilakukan secara elektronik, karena saat ini fiik obligasi tidak lagi brupa sertifikat, namun sudah scriptless (tahap warkat). Administrasi pembukuan akan dilakukan oleh bank custodian perusahaan sekuritas. Untuk hal ini, temtunya bank bersangkutan akan memungut biaya tertentu.

Perdagangan Obligasi Dalam Perspektif Islam
Hutang atau dalam istilah bahasa arab lebih dikenal dengan al-dayn merupakan aktivitas muamalah yang dilakukan secara tidak tunai atau dalam sistem keuangans yariah dikenal dengan mudayanah atau tadayun. Istilah kata al-dayn dapat dilihat dalam Surat Al Baqarah (2) ayat 282 dan 283 yang terkait erat dengan pembiayaan utang. Surat Al Baqarah (2) ayat 282 menganjurkan agar kedua belah pihak yang melakukan transaksi dengan cara berhutang yakni dengan cara menunjuk pihak ketiga untuk menjadi saksi penulisan yang dimana menjadi syarat yang telah disetujui, antara lain terhadap ketentuan barang yang dipinjam dan masa pembayaran yang ditetapkan pada saat akad berlangsung. Sedangkan Surat Al Baqarah (2) ayat 283 menegaskan bahwa orang yang diberi kepercayaan hendaklah menunaikan amanah yang diberikan dengan sikap jujur dan memenuhi persyaratan yang disetujui.
Dasar persyaratan al-dayn berdasarkan Surat Al Baqarah (2) ayat 282 dan 283 meliputi 3 bentuk mudayanah  yang diperbolehkan, yaitu : mudayanah dengan menggunakan bukti-bukti tertulis dan saksi, mudayanah dengan barang jaminan dan mudayanah dengan dasar amanah.
Dalam penawaran dan perdagangan suatu obligasi harus didahului dengan melihat bagaimana prospek perusahaan penerbit yang mensyaratkan prisip keterbukaan, kejujuran dan tranparansi. Setiap akad perdagangan terdapat celah yang membawa pada suatu pertentangan. Apabila barang yang dijual tidak diketahui (ada unsur penipuan) dapat menimbulkan permusuhan antara penjual dan pembeli. Oleh sebab itu cara seperti ini dilarang sebagai upaya untuk menutup pintu maksiat.
Melihat konteks pengalihan kepemilikian obligasi, pengalihannya dilakukan dengan cara obligasi atas nama (registered bonds) dan obligasi pembawa (bearer bonds) yaitu tidak dituliskan nama pemiliknya.
Obligasi atas nama (registered bond)
Pokok pinjaman, nama pemilik tercantum dari sertifikat dna kupon bunga dilekatkan padanya, sedangkan untuk bunga dan nama pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi. Nama dan alamat pemilik dicatat di perusahaan emiten untuk memudahkan pengiriman bunga dna pelunasan pokok obligasi. Cara menjual atau mengalihkan kepada pihak lain dilakukan melalui cessie, akan tetapi dalam praktek dialihkan melalui endosemen yang ditulis atau distempel di belakang sertifikat obligasi. Pemilik yang tercantum dalam endosemen terakhirlah yang berhak meminta pelunasan obligasi tersebut.
Obligasi pembawa atau atas unjuk (bearer bonds)
Obligasi pembawa atau atas unjuk (bearer bonds) ini memiliki beberapa karakteristik yaitu :
Nama pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi
Setiap sertifikat obligasi disertai dengan kupon bunga yang dilepaskan setiap waktu apabila bunga dibayarkan.
Sangat mudah untuk diperalihkan
Bunga dan pokok obligasi dibayarkan hanya kepada orang yang dapat menunjukkan kupon bunga dan sertifikat obligasi
Kupon bunga dan sertifikat obligasi yang rusak dapat dimintakan penggantinya.
Kupon bunga dna sertifikat obligasi yang hilang tidak dapat dimintakan penggantinya.
Apabila pemegang obligasi akan menjual atau mengalihkan kepemilikan obligasi atas unjuk cukup dialihkan melalui penyerahan nyata atau peralihan dari tangan ke tangan.
Dalam pengembangannya, obligasi syariah tidak terlepas dari berbagai macam kendala atau hambatan yang ada, diantaranya adalah :
Belum banyak masyarakat yang paham tentang keberadaan obligasi syariah, apalagi sistem yang digunakan;
Masyarakat cenderung berfikir pragmatis dalam menyimpan dananya sehingga investor lebih memilih untuk menggunakan obligasi konvensional dibandingkan menggunakan obligasi syariah;
Keberadaan obligasi syariah masih tergolong baru sehingga masih membutuhkan waktu untuk dapat dikenal dan diterima oleh masyarakat.
Obligasi yang terdapat di pasar modal Indonesia mengandung unsur bunga yang diberikan sebagai imbalan atas pinjaman bagi perusahaan. Sistem Islam dinyatakan tidak kondusif bagi transaksi perdagangan spekulatif atau pinjaman yang tidak berkaitan dengan proyek atau pembelian barang seperti yang terdapat dalam apsar modal konvensional. Perubahan pasar modal slam khususnya pada instrumen obligasi Islam, tidak hanya terdapat pada perubahan mekanisme atau produk yang digunakan dalam perantara keuangan saja tetapi juga terletak pada realisasi tujuan-tujuan dari sistem yang ada. Permasalahan yang membuat sistem keuangan Islam dipinggirkan (dimarginalkan) bukanlah terletak pada kekurangan produk, tetapi karena ketidakmampuan merefleksikan secara mendasar dan sehat, implementasi rasional dibalik itu dan menjadi benar-benar sehar secara persaingan, menguntungkan dan berkembang dengan baik.
Begitu besarnya keinginan para ekonom muslim untuk dapat mengadakan produk terutama obligasi yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam. Akan tetapi yang terjadi setelah obligasi menggunakan bentuk pembiayaan syariah, pelaksanaan dan peraturannya belumlah mengikuti prinsip-prinsip syariah Islam. Dalam hal ini obligasi dimunculkan hanya sekedar menggunakan pembiayaan syariah, belum 100 % diarahkan pada prinsip-prinsip syariah Islam secara keseluruhan. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu solusi yang dapat diterima, diakui dan diterapkan berdasarkan prinsip syariah Islam agar kegiatan pasar modal syariah di Indonesia benar-benar dijalankan berdasarkan prinsip syariah Islam.


PENUTUP
Kesimpulan
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip-prinsip yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah meliputi mudharabah, musyarakah, salam, istisna, dan ijarah. Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai akad yang digunakan. Pemindahan kepemilikan obligasi syariah juga mengikti akad-akad yang digunakan.
Obligasi syariah (Sukuk) berlandaskan Al-Qur’an, Hadits, kaidah fiqih dan Majma’ Fiqih.
Prosedur melakukan investasi obligasi meliputi Membuka rekening, memahami produk obligasi, melakukan analisis, memberikan amanat beli, menyiapkan dana dan menyelesaikan pembayaran obligasi.
Pihak yang terlibat dalam sukuk adalah obligor, SPV (Special Purpose Vehisle), dan Investor. Perbrdaan Obligasi syariah (Sukuk) dan obligasi konvensional adalah penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga.
Saran
Segala saran dan kritik kami harapkan dari semua pihak karena kami menyadari bahwa  makalah kami jauh dari kata sempurna. Saran dan kritik tersebut semoga saja dapat menjadi pelajaran bagi kami semua untuk dapat menjadi pelajaran bagi kami semua untuk dapat menjadi lebih baik lagi kedepannya,serta makalah ini agar dapat menjadi bermanfaat bagi kita semua, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.


MAKALAH “Manajemen Penghimpun Dana Bank Syariah”

MAKALAH
“Manajemen Penghimpun Dana Bank Syariah”
Dosen Pengampuh : Muhammad Satar, S.E., M.M


Oleh :
KELOMPOK  5  :
Rosydiana Gandy (17.2800.054)
Ricky Anwar (17.2800.058)
 Rahmania          (17.2800.062)
Ulan Ayu Lestari   (17.2800.064)
Nurfadila Kasim (17.2800.066)

JURUSAN AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PAREPARE
2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang hingga saat ini masih melimpahkan nikmat kepada kita semua, baik nikmat iman, kesehatan dan kesempatan untuk menuntut ilmu. Allah SWT berjanji akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu, semoga kita yang termasuk dalam golongan tersebut. Serta berkatNya jualah makalah yang berjudul “Manajemen Penghimpun Dana Bank Syariah” ini dapat terselesaikan.
Dengan demikian penulis berharap makalah ini dapat memenuhi tugas tersebut dan mampu membuat pembaca memahami lebih lanjut tentang penghimpunan dana bank syariah .
Kepada semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih.

Parepare, 22 Oktober 2019


Kelompok 5




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii
BAB 1 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II 3
PEMBAHASAN 3
A. Sumber-Sumber Dana  Bank 3
B. Penggunaan Dana Bank Syariah 8
BAB III 12
PENUTUP 12
A. Kesimpulan 12
B. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13








BAB 1  PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bank sebagai suatu lembaga keuangan memiliki fungsi menghimpun dana. Dana yang terhimpun kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat. Kegiatan bank mengumpulkan dana disebut dengan kegiatan funding (penghimpunan dana). Sementara itu, kegiatan menyalurkan dana masyarakat oleh bank disebut dengan kegiatan financing (pembiayaan) atau lending (peminjaman). Dalam menjalankan kedua aktivitas tersebut, bank harus menjalankannya dengan penuh amanah karena menyangkut kepercayaan masyarakat yang memercayakan dananya kepada bank. Untuk memahami bagaimana seharusnya bank menjalankan aktivitas funding dan financing, beberapa hal yang terkait dengan persoalan penghimpunan dana oleh bank perlu dikaji. Penghimpunan dana bank adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga perbankan dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing, dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi likuditas (kemampuan lembaga untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi), “rentabilitas” (kemampuan lembaga untuk menghasilkan laba selama periode tertentu), dan “solvabilitas” (kemampuan lembaga untuk membayar semua utangutangnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang). Bank juga memiliki peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit) dengan kelompok atau pihak lain yang mengalami kekurangan dana (defisit unit). Melalui bank, kelebihan dana-dana tersebutdapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak. Bank mempunyai hubungan kemitraan antara penyandang dana (shahib al-maal atau shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu, tingkat laba bank bukan saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk pemegang saham, tetapi juga berpengaruh terhadap bagi hasil yang diberikan kepada nasabah yang menyimpan dananya. Dengan demikian, kemampuan manajemen bank untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan harta, pengusaha, dan pengelola investasi yang profesional (professional investment manager) akan sangat menentukan kualitas usahanya sebagai lembaga perantara serta kemampuannya menghasilkan laba.
Rumusan Masalah
Apa saja sumber-sumber dana bank syariah ?
Bagaimana penggunaan dana bank syariah ?
Tujuan
Untuk mengetahui sumber-sumber dana bank syariah
Untuk mengetahui penggunaan dana bank syariah




BAB II PEMBAHASAN

Sumber-Sumber Dana  Bank
Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya dalam menghimpun dana masyarakat, baik dana berskala kecil maupun besar, dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, masalah bank paling utama adalah dana. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa. Dengan kata lain, Bank menjadi tidak berfungsi sama sekali. Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai. Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada suatu saat tertentu akan ditarik kembali, baik sekaligus ataupun secara berangsur-angsur. Berikut ini adalah sumber-sumber dana dari suatu bank.
1. Dana dari modal sendiri (dana pihak ke-1)
a. Modal yang disetor
b. Cadangan-cadangan
c. Laba yang ditahan
2. Dana pinjaman dari pihak luar (dana pihak ke-2)
a. Pinjaman dari bank-bank Lain
b. Pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lain di luar negeri
c. Pinjaman dari lembaga keuangan bukan bank
d. Pinjaman dari bank sentral (dalam hal ini adalah Bank Indonesia [BI]
3. Dana dari masyarakat (dana dari pihak ke-3)
a. Giro (demand deposit)
b. Deposito (time deposit)
c. Tabungan (saving)



sumber dana yang lain antara lain :
Pemegang Saham Pengendali
Pemegang saham pengendali (PSP) adalah badan hukum, orang perseorangan, dan/atau kelompok usaha, yang:
1. memiliki saham perusahaan atau bank sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara;
2. memiliki saham perusahaan atau bank kurang dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah saham yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara, namun yang bersangkutan dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian perusahaan atau bank, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kelompok Usaha
1. Perorangan dan badan hukum.
2. Beberapa orang.
3. Beberapa badan hukum yang memiliki keterkaitan kepengurusan, kepemilikan, dan/ atau hubungan keuangan.

Pandangan Syariah akan Uang
Dalam pandangan syariah/syariat, uang bukanlah merupakan suatu komoditas, melainkan hanya merupakan alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Hal ini bertentangan dengan lembaga keuangan yang berbasis bunga di mana “uang mengembangbiakkan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak. Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi dasar (primary economic activities), baik secara langsung (melalui transaksi, seperti perdagangan, industri manufaktur, sewa-menyewa, dan lain-lain) maupun secara tidak langsung (melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut). Berdasarkan prinsip tersebut bank syariah dapat menarik dana dari pihak ketiga atau masyarakat dalam bentuk berikut:
1. Titipan (wadi’ah), yaitu simpanan yang dijaminkan keamanan dan pengembaliannya (guaranteed deposit) tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
2. Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi risiko (non-guaranteed account) untuk investasi umum (general investment account/mudharabah mutlaqah), di mana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut.
3. Investasi khusus (special investment account/mudharabah muqayyadah), di mana bank bertindak sebagai manajer investor untuk memperoleh fee. Jadi, bank tidak ikut berinvestasi, sedangkan investor sepenuhnya mengambil risiko atas investasi tersebut.
Dengan demikian, sumber dana bank syariah adalah sebagai berikut.
Modal inti (core capital)
Modal inti adalah dana modal sendiri, yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank (pemilik bank) (Zainul, 2003: 150). Berikut adalah dana yang termasuk sebagai modal inti.
Modal yang disetor oleh para pemegang saham, sumber utama dari modal bank adalah saham. Sumber dana ini hanya akan timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank melalui pembelian saham. Dan, penambahan dana berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual tambahan saham baru.
Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, di mana disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian di kemudian hari.
 Laba yang ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh pemegang saham sendiri melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diputuskan untuk diinvestasikan kembali pada bank. Laba ditahan ini juga merupakan cara untuk menambah dana modal lebih lanjut.
2. Mudharabah (mudharabah account)
Bank menghimpun dana bagi hasil atas dasar prinsip mudharabah, yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama. Pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi di antara keduanya dengan perbandingan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana, sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang dilakukan (Gambar 2.1).


 Gambar 2.1. Skema dana mudharabah
Berdasarkan prinsip ini, bank dalam kedudukannya sebagai mudharib menyediakan jasa bagi para investor (shahibul maal), sebagai berikut:
Rekening investasi umum
Bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah (unrestricted investment account). Simpanan diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu. Bank dapat menerima simpanan tersebut untuk jangka waktu 1, 3, 6, atau 12 bulan. Dalam hal ini, bank bertindak sebagai mudharibdan nasabah bertindak sebagai shahibul maal. Kedua belah pihak menyepakati pembagian laba yang dihasilkan dari investasi dana tersebut dengan nisbah tertentu. Apabila terjadi kerugian, nasabah menanggung kerugian tersebut dan bank kehilangan keuntungan.
Rekening investasi khusus
Bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi (misal: lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek-proyek tertentu yang mereka setujui atau mereka kehendaki. Mudharabah muqayyadah rekening ini dioperasikan berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah (unrestricted investment account). Bentuk investasi dan nisbah pembagian keuntungannya dinegosiasikan secara khusus kasus per kasus.

Rekening tabungan mudharabah
Prinsip mudharabah digunakan untuk jasa pengelolaan rekening tabungan. Salah satu syarat mudharabah adalah dananya harus dalam bentuk uang (monetary form), dalam jumlah tertentu, dan diserahkan kepada mudharib. Oleh karena itu, tabungan mudharabah tidak dapat ditarik sewaktuwaktu sebagaimana tabungan wadi’ah. Dalam aplikasinya, bank syariah melayani tabungan mudharabah dalam bentuk targeted saving, seperti tabungan kurban,tabungan haji, atau tabungan lain yang dimaksudkan untuk suatu pencapaian target kebutuhan dalam jumlah dan atau jangka waktu tertentu. Berbeda dengan bank konvensional, bank syariah tidak menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari investasi mudharabah. Bank syariah juga tidak menjamin keuntungan atas investasi mudharabah. Mekanisme pengaturan realisasi pembagian keuntungan final atas investasi mudharabah bergantung pada kinerja bank, berlainan dengan bank konvensional yang menjamin keuntungan atas deposito berdasarkan tingkat bunga tertentu dengan mengabaikan performance-nya.
3. Titipan (wadi’ah) atau simpanan tanpa imbalan (non-remunerated deposit) Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang umumnya berupa tabungan atau giro di bank umum. Pada umumnya, motivasi utama orang menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan dana mereka dan memperoleh keleluasaan untuk menarik kembali dananya sewaktu-waktu (perhatikan Gambar 2.2).

Dengan konsep Al-Wadi’ah Yad Adh Dhamanah, pihak yang menerima titipan
boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan
Aplikasi di Perbankan/LKS : 1. Current account (Giro)
                    2. Saving account (Tabungan)
Tabungan wadi’ah menggunakan prinsip wadi’ah al yad adhamanah, yaitu simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali. Bank memperoleh izin dari nasabah untuk menggunakan dana tersebut selama mengendap di bank. Nasabah dapat menarik sebagian atau seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu atau sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Bank menjamin pembayaran kembali simpanan mereka. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana tersebut adalah milik bank, tetapi atas kehendak pihak bank, bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang berasal dari sebagian keuntungan bank.
Penggunaan Dana Bank Syariah
Bank syariah harus mempersiapkan strategi penggunaan dana-dana yang dihimpun sesuai dengan rencana alokasi berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan. Alokasi ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
1. mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat risiko yang rendah; serta
2. mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman.
Untuk mencapai kedua tujuan tersebut, alokasi dana-dana bank harus diarahkan sedemikian rupa agar pada saat yang diperlukan, semua kepentingan nasabah dapat terpenuhi. Alokasi penggunaan bank syariah pada dasarnya dapat dibagi dalam dua bagian penting dari aset bank, sebagai berikut.
1. Earning asset
Earning asset (aset yang menghasilkan) merupakan investasi dalam bentuk:
a. pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah);
b. pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (musyarakah);
c. pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (al-bai);
d. pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (ijarah/ijarah muntahiah bi tamlik);
e. penempatan pada bank lain (antar-aset bank) dalam bentuk tabungan dan deposito.
Fungsi penggunaan dana terpenting bagi bank adalah fungsi pembiayaan. Tingkat penghasilan dari pembiayaan (yield on financing) merupakan tingkat penghasilan tertinggi bagi bank. Sementara itu, tingkat penghasilan dari setiap jenis pembiayaan juga bervariasi, yang bergantung pada prinsip pembiayaan yang digunakan dan sektor usaha yang dibiayai.
Porsi terbesar berikutnya dari fungsi penggunaan dana bank adalah berupa penempatan pada bank syariah (antar-aset bank)—baik dalam bentuk tabungan maupun deposito, sedangkan penempatan pada bank konvensional tidak diakui sebagai pendapatan bank. Selain untuk tujuan memperoleh penghasilan, penempatan pada bank syariah lain dilakukan sebagai salah satu media pengelolaan likuiditas, di mana bank harus menginvestasikan dana yang ada seoptimal mungkin, tetapi dapat dicairkan sewaktu-waktu bila bank membutuhkan. Tingkat penghasilan dari penempatan bank syariah pada umumnya lebih rendah daripada yield on financing.
2. Non-earning asset (aset yang tidak menghasilkan)
a. Cash assets
Cash assets (aset dalam bentuk tunai) terdiri atas uang tunai dalam brankas, cadangan likuiditas (primary reserve) yang harus dipelihara pada bank sentral, giro pada bank, dan item-item tunai lainnya yang masih dalam proses penagihan (collection). Dari cash assets ini, bank tidak memperoleh penghasilan—kalaupun ada sangat kecil dan tidak berarti. Namun, investasi pada cash assets ini penting guna mendukung fungsi simpanan pada bank, dalam beberapa hal juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan layanan dari bank koresponden yang berkaitan dengan pembiayaan dan investasi. Bank harus memelihara uang tunai dalam brankas yang terdiri atas uang kertas dan uang logam. Bank harus dapat memenuhi kebutuhan para nasabah penyimpan dana yang ingin menarik dananya dalam bentuk tunai, meskipun bank juga harus membatasi jumlah investasi dalam bentuk tunai. Sebab, investasi yang terlalu
banyak dapat mengurangi tingkat penghasilan bank.
b. Penanaman dana dalam aset tetap dan inventaris
Penanaman dana dalam aset tetap dan inventaris (premis and equipment) juga tidak menghasilkan pendapatan bagi bank, tetapi merupakan kebutuhan bank untuk memfasilitasi pelaksanaan fungsi kegiatannya. Fasilitas itu terdiri atas bangunan/ gedung, kendaraan, dan peralatan lainnya yang dipakai oleh bank dalam rangka penyediaan layanan kepada nasabahnya.
Ada dua pendekatan yang digunakan dalam penggunaan dana bank syariah.  1. Pendekatan Pusat Pengumpulan Dana
Prinsip ini tidak membedakan sumber dana yang dapat dihimpun oleh bank secara kelompok (sumber rekening) atau secara individu (lembaga yang menyimpan dana di bank). Jadi, langkah yang dilakukan untuk mengalokasikan dana pada dasarnya adalah dengan menggabungkan seluruh sumber dana serta pengalokasian dananya diutamakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dan menghasilkan pendapatan sesuai yang direncanakan tanpa melihat sumber dana yang digunakan tersebut. Gambar 2.3 menggambarkan pendekatan pusat pengumpulan dana (pool of funds approach).



Pendekatan Alokasi Aset
Menurut konsep ini, sumber dana yang dihimpun bank syariah terdiri atas modal, wadi’ah, mudharabah mutlaqah, mudharabah muqoyyadah, dan musyarakah. Masing-masing dana seperti pada gambar 2.4.


BAB III  PENUTUP
Kesimpulan
Perbankan syariah merupakan lembaga yang menghimpun dana,mengelola, dan menyalurkan dana. Oleh sebab itu, bank syariah  mebutuhkan sumber-sumber dana yang akan dikelola. Adapun sumber-sumber dana di bank syariah antara lain: modal, titipan dan investasi. Dalam bank syariah, klasifikasi penghimpunan dana yang utama tidak didasarkan atas nama produk melainkan atas prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional prinsip penghimpunan dana yang digunkana dalm bank syariah ada dua yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.
Saran
Dari uraian  diatas, kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih terdapat banyak kesalahan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, jika pembaca menemukan kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini dengan senang hati kami menerima saran maupun kritik dari pembaca demi sempurnanya materi dalam makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Danupranata, Gita. 2013. Buku Ajar Manajemen Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat